Minggu, 05 Desember 2010
MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
OTONOMI DAERAH
Disusun oleh:
azid zainuri
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
Paciran – lamongan
Tahun 2010/2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu
Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan kita petujuk dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat membuat makalah ini dengan keadaan sehat. Sholawat dan salam tetap ter curahkan kepada para rosul dan juga nabi terakhir Nabi Muhammad saw.
Berkat pertolonan allah, Alhamdulillah kami mampu menyelesaikan makalah ini yang bertemakan ”otonomi daerah” sebagai tugas pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Makalah ini disusun berdasarkan kesadaran akan pentingnya suatu masyarakat dalam memahami otonomi daerah sebagaimana dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
Sebelumnya saya berpesan kepada pembaca umumnya, agar sebelum memulai membaca goresan tinta ini. Para pembaca studi melapangkan sedikit perasaan tentang apa yang ada pada masalah ini, baik masalah kekurangan atau masalah kelebihan dan semoga bisa membaca sampai tuntas dan bisa mengambil manfaatnya dan saya mengucapkan selamat membaca dan mengambil manfaat. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kalian semua, kiranya ada kekurangan kami minta maaf.
wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatu.
Paciran, 2 desember 2010
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………………………………………………….. i
Daftar isi ……………………………………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I : PENDHULUAN
a. Latar belakang ……………………………………………………………………………………………… 1
b. Rumusan masalah …………………………………………………………………………………………. 1
c. Tujuan …………………………………………………………………………………………………………… 1
d. Manfaat ………………………………………………………………………………………………………... 1
BAB II : PEMBAHASAN
a. Pengertian dan hakekat otonomi daerah ……………………………………………………… 2
b. Landasan hukum otonomi daerah ………………………………………………………………… 3
c. Kewengan pemerintahan ……………………………………………………………………………… 3
d. Prisip – prinsip otonomi daerah dalam undang – undang …………………………….. 5
e. Urgensi otonomi daerah ………………………………………………………………………………. 7
BAB III : PENUTUP
a. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………….. 8
b. Saran – saran ……………………………………………………………………………………………….. 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki luas daratan dan lautan lebih kurang 5.193.252 km2 dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Besarnya luas wilayah Indonesia dan padatnya jumlah penduduk yang beraneka ragam suku, agama, bahasa, adat istiadat, dan golongan politik tentunya menuntut pengelolaan negara yang sangat baik. Mengurus negara yang sangat luas dengan rakyat yang sangat banyak dan multikultur akan sangat sulit jika dilakukan secara sentralisasi (terpusat) oleh peme rintah pusat saja. Adanya penga turan secara terpusat menjadikan lemahnya kemandiri an pemerintah di daerah dalam mengem bangkan potensi daerah. Para pendiri negara telah mengamanat kan dalam Pasal 1 UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang ber bentuk republik. Negara kesatuan bukan berarti bahwa mengelola negara itu hanya hak dan tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga hak dan tugas pemerintah daerah. Untuk lebih menciptakan peran nyata daerah dalam pembangunan nasional maka dilaksanakanlah otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah air. Namun, perumusan kebijakan otonomi daerah itu masih bersifat setengah-setengah dan dilakukan tahap demi tahap yang sangat lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang
tuntutan ketidakpuasan masyarakat di berbagai daerah mengenai pola hubungan antara pusat dan daerah yang dirasakan tidak adil, maka tidak ada jalan lain bagi kita kecuali mempercepat pelaksanaan kebijakan otonomi daerah itu, dan bahkan dengan skala yang sangat luas yang diletakkan di atas landasan konstitusional dan operasional yang lebih radikal.1 Setelah diberlakukannya otonomi daerah, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apa yang di maksud degan pengertian dan hakikat otonomi daerah di indonesia?
Landasan apa yang digunakan dalam otonomi daerah di indonesia?
Kewenagan aps saja yang dilakukan pemerintah mengenai otonomi daerah di Indonesia?
Apa saja prinsip – prinsip yang dilakukan pemerintah mengenai otonomi daerah di Indonesia?
C. Tujuan
Untuk mengetahui makna dan hakekat otonomi daerah, landasan hokum yang dipakai, kewenagan dalam pemerintah, prinsip – prinsip otonomi daerah dalam undang – undang serta urgensi otonomi daerah.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Dapat memahami pengertian dan hakekat otonomi daerah.
b. Dapat mengetahui tentang landasan hukum otonomi daerah.
c. Dapat mengetahui tentang kewengan pemerintahan otonomi daerah di Indonesia.
d. Dapat mengetahui tentang prisip – prinsip otonomi daerah dalam undang – undang.
e. Dapat mengetahui tentang urgensi otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Dan Hakekat Otonomi Daerah
Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani auto yang berarti sendiri dan nomos berarti hukum. Jadi, secara harfiah otonomi berarti hukum sendiri. Inti dari otonomi adalah kesediaan dan kesanggupan untuk mengatur diri sendiri.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan keentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, terdapat beberapa istirahat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu
a. Pemerintah pusat adalah presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
d. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
e. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rusan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
g. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
h. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
i. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setemapt berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah negara kesatuan republik Indonesia.
B. Landasan Hukum Otonomi Daerah
Pada zaman Hindia Belanda prinsip-prinsip otonomi daerah sudah diterapkan dan sejak berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)_, otonomi daerah sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
Hal tersebut dapat kita lihat dari adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah sejak kemerdekaan hingga sekarang.
Undang-undang mengenai otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia adalah :
a. UU No. 1/1945 (menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil)
b. UU No. 2/1948 (menganut otonomi dan mebedewind yang seluas-luasnya)
c. UU No. 1/1957 (menganut otonomi riil yang seluas-luasnya)
d. UU No. 5/1974 (menganut otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab)
e. UU No. 22/1999 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab)
f. UU NO. 32/2004 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab).
C.Kewenangan Pemerintah Daerah
Dalam penerapan otonomi daerah, yang menjadi titik utama dan menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh berbagai lapisan masyarakat adalah mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus jelas dan tegas, sehingga dalam penerapannya tidak ada yang tmang tindih, maupun saling berbenturan.
a. Kewenangan pemerintah pusat
Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat maka pemerintah pusat akan mengurus urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang pemerintah pusat memiliki kewenangan yang bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah, yakni meliputi :
1) Politik luar negeri
2) Pertahanan
3) Keamanan
4) Yustisi
5) Moneter dan fiskal nasional
6) Agama
b. Kewenangan pemerintah daerah
Wewenang yang dimiliki pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah amat luas. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah terjadi dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi meliputi :
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
3) Penyelenggaraan, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum
5) Penanganan bidang kesehatan
6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
7) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
9) Memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah yang termasuk lintas kabupaten/kota
10) Pengendalian lingkungan hdiup
11) Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota
12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan
14) Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota
15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat diselenggarakan oleh kabupaten/kota
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang
Sedangkan yang dimaksud dengan urusan pilihan pemerintahan provinsi adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpoensi untuk meningkatkan keseahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sehingga yang menjadi urusan pilihan setiap pemerintahan provinsi satu dengan yang lain berbeda beda.
Selanjutnya, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi :
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum
5) Penanganan bidang kesehatan
6) Penyelenggaraan pendidikan
7) Penanggulangan masalah sosial
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9) Memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
10) Pengendalian lingkungan hidup
11) Pelayanan pertahanan
12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan
14) Pelayanan administrasi penanaman modal
15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang
Sedangkan urusan pilihan pemerintahan kabupaten/kota adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
D. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah
Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 me ngemuka kan beberapa prinsip yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut.
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
c. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhati kan ke penting an dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
d. Penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin keserasian antardaerah dengan daerah yang lainnya.
e. Penyelenggaraan otonomi daerah harus mampu menjamin hubungan yang serasi antara daerah dan pemerintah.
f. Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman, seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan.
Asas dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu asas desen tralisasi, tugas perbantuan, dan dekonsentrasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan pe merintahan daerah digunakan asas otonomi dan tugas perbantuan. Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penyeleng gara an pemerintahan, tetapi dalam pelak sanaan nya UU No. 32 Tahun 2004 menerapkan juga kewenangan yang menyangkut kewajiban dan kewenangan yang bersifat pilihan (hak).
Berbagai hak pemerintah daerah dalam otonomi daerah, antara lain:
a. mengatur dan mengurus urusan pemerintah an;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang ada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan per undang-undangan.
Pemerintah daerah juga memiliki beberapa kewajiban, antara lain:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan, serta kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas pelayanan umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundangundangan sesuai dengan kewenangannya;
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut, ada beberapa hal yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu:
a. politik luar negeri,
b. pertahanan,
c. keamanan,
d. yustisi atau hukum,
e. moneter dan fiskal nasional, serta
f. agama.
Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 adalah sebagai berikut.
a. Diaturnya pemilihan kepala daerah secara langsung dalam satu paket pasangan calon.
b. Peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang harus disam paikan terlebih dahulu kepada gubernur untuk dievaluasi (Pasal 185).
c. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berhak melakukan pembinaan dan pengawasan (Pasal 38 ayat 1).
d. Ditetapkannya tiga ajaran rumah tangga dalam pemerintahan daerah, yaitu sebagai berikut.
1) Rumah Tangga Materiil Ajaran ini mengajarkan bahwa pemerintah daerah me nyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang menjadi urusan pemerintah pusat.
2) Rumah Tangga Formal
Ajaran ini menyatakan tidak ada perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan urusan yang diatur oleh daerah-daerah otonom.
3) Rumah Tangga Riil
Dalam ajaran ini, penyerahan urusan atau tugas kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor nyata atau riil, kebutuhan atau kemampuan dari daerah atau pemerintah pusat, dan pertumbuhan masyarakat yang terjadi.
E.Urgensi otonomi daerah
Setelah kontroversi revisi UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beberapa waktu yang lalu, kini setelah terbit UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penggantinya ternyata masih juga menuai pro-kontra. Kondisi demikian dapat kita lihat melalui berbagai substansi pasal-pasal yang terkandung didalamnya, terutama sekali tentang pemilihan kepala daerah langsung (pilkadal). Keberadaan UU ini dimulai ketika tarik ulur kebijakan publik “dimenangkan” oleh pemerintah melalui kebijakan revisi UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dinilai banyak kalangan kebablasan dan memiliki berbagai kelemahan. Idealnya, UU ini mampu menjawab berbagai masukan yang telah digulirkan berbagai kalangan baik masyarakat maupun dari elemen pemerintah itu sendiri. Namun apa daya, memasukan komponen Pemilihan kepala daerah langsung ternyata membawa ketidakpuasan beberapa pihak sehingga sampai tulisan ini dibuat, permohonan uji materiil telah dikeluarkan hasilnya dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian dari tuntutan pihak yang mengajukan, yaitu gabungan sejumlah LSM dan 15 KPUD. Beberapa catatan yang penulis tangkap dan dapat dirangkum secara sederhana dari UU pemerintahan daerah ini antara lain:
Implikasi positif UU No.32 tahun 2004
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) menggantikan Undang-undang yang berkaitan dengan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang dicanangkan pemerintahan baru di era reformasi ini, yaitu UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 dengan judul yang sama. Sejak disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004, maka Undang-undang ini berlaku efektif. UU yang lazim disebut UU Pemda ini memiliki jumlah pasal yang lebih banyak dari UU sebelumnya, yaitu memuat 240 pasal, lebih banyak dibanding pendahulunya yang hanya 134 pasal.
Implikasi positif UU No.32 tahun 2004
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) menggantikan Undang-undang yang berkaitan dengan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang dicanangkan pemerintahan baru di era reformasi ini, yaitu UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 dengan judul yang sama. Sejak disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004, maka Undang-undang ini berlaku efektif. UU yang lazim disebut UU Pemda ini memiliki jumlah pasal yang lebih banyak dari UU sebelumnya, yaitu memuat 240 pasal, lebih banyak dibanding pendahulunya yang hanya 134 pasal.
Problem Pemilihan Kepala Daerah dalam UU No.32 tahun 2004
Reaksi masyarakat terhadap sosialisasi UU No.32 tahun 2004 ternyata beragam. Tidak kurang dari lima belas (15) KPUD antara lain KPUD DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Lampung, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Kalimantan Timur, bersama organisasi non pemerintah seperti Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) dan beberapa ornop lainnya mengajukan permohonan uji materril UU No. 32 ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menganggap UU No 32 tahun 2004 ini bertentangan dengan UUD 1945, sehingga pasal-pasal tentang penyelenggaraan pilkada langsung, antara lain pasal 1, pasal 57, pasal 65 pasal 89, pasal 94 dan pasal 114, harus dibatalkan.
Membangun Hukum dan Demokrasi LokalReaksi masyarakat terhadap sosialisasi UU No.32 tahun 2004 ternyata beragam. Tidak kurang dari lima belas (15) KPUD antara lain KPUD DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa timur, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Lampung, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Kalimantan Timur, bersama organisasi non pemerintah seperti Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) dan beberapa ornop lainnya mengajukan permohonan uji materril UU No. 32 ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menganggap UU No 32 tahun 2004 ini bertentangan dengan UUD 1945, sehingga pasal-pasal tentang penyelenggaraan pilkada langsung, antara lain pasal 1, pasal 57, pasal 65 pasal 89, pasal 94 dan pasal 114, harus dibatalkan.
Menelaah UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, keterlibatan publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan dengan diaturnya pemilihan kepala daerah langsung (pilkadal). Namun disisi lain terjadi ketegangan antara pemerintah dengan publik; yang diwakili LSM, KPUD, dan tokoh-tokoh yang menolak ihwal pilkadal dimasukan dalam UU No.32 tahun 2004 ini karena dinilai bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Mengenai demokrasi lokal, dalam sebuah artikelnya Prihatmoko (2004) menyebutkan bahwa peningkatan kualitas demokrasi lokal dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang lazim disebut prakondisi demokrasi lokal. Prakondisi demokrasi tersebut mencakup: (1) kualitas DPRD yang baik; (2) sistem rekrutmen DPRD yang kompetitif, selektif dan akuntabel; (3) partai yang berfungsi; (4) pemilih yang kritis dan rasional; (5) kebebasan dan konsistensi pers; dan (6) LSM yang solid dan konsisten; dan (7) keberdayaan masyarakat madani (civil society). Walaupun dalam konteks pilkadal pada saat sekarang ini penulis sendiri tidak yakin –terutama poin (1)-akan tetapi kondisi diatas akan sangat mempengaruhi kualitas demokrasi lokal dimasa datang.
Hukum sekali lagi ditegakkan dalam kerangka putusan Mahkamah Konstitusi. Kerelaan semua pihak untuk dapat menaati hasil putusan tersebut merupakan suatu keharusan. Walaupun diwarnai dengan dissenting opinion oleh salah satu hakim Mahkamah Konsitusi, amar putusan tersebut tetap menunjukkan keputusan kolektif lembaga tinggi ini. Memang, sistem hukum Indonesia selalu menjadi sasaran kritik di era reformasi ini.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Konsep pembangunan dan pengambilan kebijakan dari suatu penyelenggaraan pemerintahan sudah tidak dapat lagi dilaksanakan bilaman lapisan-lapisan masyarakat yang ada tidak dilibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebab, masyarakat adalah pelaksana dan pelaku dari suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh
karena itu, partisipasi masyarakat dan pelaksanaan prinsip-prinsip dari pada good governance akan semakin sinergi dan dapat diterima dengan baik. Karena tidak ada lagi yang perlu ditutupi maupun disembunyikan. Selain itu efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah,
potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah yang disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan system
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dengan pembagian tugas yang jelas antara pemerintahan pusat dan daerah, akan semakin jelas pula siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan suatu kebijakan.
B.Saran
Otonomi daerah negara Indonesia dari tahun ketahun mempunyai perbedaan, oleh karena itu kita harus selalu membaca tentang pendidikan kewarganegaraan supaya kita tahu akan pembaharuan yang dilakukan pemerintah dalam otonomi daerah, baik dari segi hakekat, undang – undang